Nyiur
itu masih membelai pipi ku yang merona, mesra dan damai. Aku tak ingin apa yang
kurasakan sekarang hilang. Aku ingin selalu seperti ini. Merasakan kemesraan
dan kedamaian itu dalam belaian kumpulan nyiur yang mendayu-dayu. Dua puluh dua
tahun aku merasakan karbondioksida ini mondar mandir dari kedua lubang di wajah
ku, kapan karbondioksida ini akan habis dan berhenti aku pun tak tahu, yang aku
tahu Tuhan hingga detik ini masih menyayangi dan mencintai ku.
Kali
ini aku ingin bercerita pada bening ini, bercerita ? kurasa tidak, aku takut
jika aku bercerita suara dan tangis ku bisa membahana ke seluruh jagat ini. Aku
rasa aku akan berbisik saja, aku lebih nyaman dengan bisikkan ku, dalam bisik
aku rasanya bisa meneteskan embun saja dari dua kelopak mata ini. Aku lupa,
sudah terlalu lama aku tidak menyapa bening. Aku rasa dia marah pada ku, karena
aku akhir-akhir ini terlalu mengabaikannya, mudah-mudahan saja ia masih sudi
mendengar bisik ku kali ini.
Aku tak
pernah meminta dan menginginkan yang muluk-muluk dari mereka, aku hanya ingin
dianggap ada. Aku ingin tawa dan canda ku bisa menjadi pelipur dikala mereka
duka, aku ingin nasehat ku berguna untuk kebaikan mereka, aku ingin mereka
mencariku saat butuh sumbangsihku. Dan aku
ingin semua itu benar adanya, dapat kurasakan nyata dan tidak hanya sesaat. Aku
tak ingin seperti puluhan bahkan ribuan obat-obatan yang ada dalam kotak P3K
itu, obat-obatan itu akan terjamah jika luka dan sakit itu menggranyangi diri. Salah
jika aku berharap ingin menjadi nafas, nafas akan hilang jika siempunya mati,
begitu juga denganku, aku dianggap ada sampai aku mati.itu saja.
Bening…kau
yang tahu dan teramat tahu tetesan air mata yang telah ku luapkan pada mu
karena mereka. Kau tahu, aku letih dengan semua ini, aku ingin menyudahinya. Menyudahi
semua kebersamaan yang semu ini, tiada guna bagiku jika hanya nanti atau esok
tetesan embun ini akan meluap lagi karena ketidakberadaanku.