Jumat, 11 Mei 2012

bisik ku pada bening


Nyiur itu masih membelai pipi ku yang merona, mesra dan damai. Aku tak ingin apa yang kurasakan sekarang hilang. Aku ingin selalu seperti ini. Merasakan kemesraan dan kedamaian itu dalam belaian kumpulan nyiur yang mendayu-dayu. Dua puluh dua tahun aku merasakan karbondioksida ini mondar mandir dari kedua lubang di wajah ku, kapan karbondioksida ini akan habis dan berhenti aku pun tak tahu, yang aku tahu Tuhan hingga detik ini masih menyayangi dan mencintai ku.
Kali ini aku ingin bercerita pada bening ini, bercerita ? kurasa tidak, aku takut jika aku bercerita suara dan tangis ku bisa membahana ke seluruh jagat ini. Aku rasa aku akan berbisik saja, aku lebih nyaman dengan bisikkan ku, dalam bisik aku rasanya bisa meneteskan embun saja dari dua kelopak mata ini. Aku lupa, sudah terlalu lama aku tidak menyapa bening. Aku rasa dia marah pada ku, karena aku akhir-akhir ini terlalu mengabaikannya, mudah-mudahan saja ia masih sudi mendengar bisik ku kali ini.
Aku tak pernah meminta dan menginginkan yang muluk-muluk dari mereka, aku hanya ingin dianggap ada. Aku ingin tawa dan canda ku bisa menjadi pelipur dikala mereka duka, aku ingin nasehat ku berguna untuk kebaikan mereka, aku ingin mereka mencariku  saat butuh sumbangsihku. Dan aku ingin semua itu benar adanya, dapat kurasakan nyata dan tidak hanya sesaat. Aku tak ingin seperti puluhan bahkan ribuan obat-obatan yang ada dalam kotak P3K itu, obat-obatan itu akan terjamah jika luka dan sakit itu menggranyangi diri. Salah jika aku berharap ingin menjadi nafas, nafas akan hilang jika siempunya mati, begitu juga denganku, aku dianggap ada sampai aku mati.itu saja.
Bening…kau yang tahu dan teramat tahu tetesan air mata yang telah ku luapkan pada mu karena mereka. Kau tahu, aku letih dengan semua ini, aku ingin menyudahinya. Menyudahi semua kebersamaan yang semu ini, tiada guna bagiku jika hanya nanti atau esok tetesan embun ini akan meluap lagi karena ketidakberadaanku.
 

Rabu, 09 Mei 2012

rasa indah dua dimensi yang sama ( untuk hati )


Aku mencoba mencari kurang dalam setiap lebih yang ku punya. Aku mencari tanpa pernah berfikir tentang sesuatu yang lebih itu. Sudah terlalu lama rasanya aku memandangi mu dalam kedipan mata yang ku atur khusus untuk mu. Ku atur tiap kedipan mata ku agar tersusun sempurna untuk menikmati setiap tingkah dan gerak yang kau punya.  Aku merasa indah dengan keadaan seperti ini, indah karena aku bisa melihat sinar di wajah mu, indah karena aku bisa melihat tawa dan canda mu, dan indah karena aku bisa melihat diam mu.
Aku tak mengenal mu, aku yakin kau juga begitu. Dan itu berarti kita tidak saling kenal. Lalu kenapa aku berani menulis tentang mu dalam lembaran putih ini ? aku tak pasti dengan jawaban yang ku punya, aku hanya iseng saja atau memang aku punya alasan tersendiri ? aku menjadikan mu subjek atau bahkan objek nyata dalam tulisan ini ? ntah lah, aku harap aku akan menemukan jawab nya nanti, saat semua tentang mu yang ku rasa indah telah selesai ku tuliskan.
Waktu itu yang mempertemukan kita, ntah seperti apa pastinya aku pun tak tahu. Yang jelas aku mulai memikirkan mu sejak waktu itu awal aku hanya mengenal nama mu singkat. Rasanya tak ada yang menarik dari mu, tapi mengapa wajah mu selalu ada dalam tiap gambar yang ku lihat dan senyum mu selalu membayang dalam setiap kelopak mata yang ku buka lebar. Sejak waktu itu, aku selalu berusaha untuk menyempatkan diri berkunjung ke waktu itu, waktu dimana aku bisa kembali menemukan dan melihat mu dengan nyata, tanpa perlu berhalusinasi dalam imajinasiku. Melihat mu dengan nyata membuat aku dan jiwa ku merasakan indah yang tak tahu harus aku aplikasikan dengan dan lewat apa. Aku bingung atas rasa indah itu.
Kali ini malam semakin menggerogoti tubuh ku, aku masih mencari kurang dalam lebih yang ku punya. Aku merasa aku sama dengan kaum hawa diluaran sana, tak ada satu pun cacat dalam diri ku, aku merasa aku sempurna. tapi mengapa aku selalu tak pernah bisa mendapatkan rasa indah dalam dua dimensi yang sama. aku selalu ada dalam satu dimensi, tak pernah berbeda dan tak pernah berubah. Terkadang aku sering menghujat diriku sendiri, dan aku tahu itu tak baik. Karena aku sadar Tuhan menciptakan manusia dengan segala kesempurnaanNya.

Waktu itu akan segera berlalih, waktu itu akan segera bergeser jauh dari posisi awalnya. Semakin waktu itu menjauh, semakin aku sadar aku tak akan pernah lagi bisa menikmati rasa indah itu, rasa indah itu akan habis dan hilang seiring waktu yang beralih jauh. Aku menyimpan rapat rasa indah itu dalam figura hati yang terpaku oleh rasa indah itu sendiri. hingga saat ini aku selalu menikmati setiap rasa indah yang ku terima dari Tuhan, rasa indah yang berbeda pada tiap waktu dan raga siempunya, aku berusaha ikhlas memagari setiap rasa indah yang datang silih berganti itu, hingga suatu saat nanti rasa indah itu benar-benar akan tertuju pada satu raga dan jiwa dalam dua dimensi yang sama, rasa indah aku dan kamu hingga mati.
Untuk raga yang menyimpan rasa indah bersama ku, aku ingin berbisik “ biarkan arloji itu berputar sesering yang dia kehendaki, jika baterainya habis maka arloji itu akan mati. Aku pun begitu, ku biarkan rasa indah ini datang silih berganti hingga suatu saat nanti waktu bisa mengatakan pada mu bahwa aku sempurna dalam rasa indah untuk mu sampai mati”.