Aku
mencoba mencari kurang dalam setiap lebih yang ku punya. Aku mencari tanpa
pernah berfikir tentang sesuatu yang lebih itu. Sudah terlalu lama rasanya aku
memandangi mu dalam kedipan mata yang ku atur khusus untuk mu. Ku atur tiap
kedipan mata ku agar tersusun sempurna untuk menikmati setiap tingkah dan gerak
yang kau punya. Aku merasa indah dengan
keadaan seperti ini, indah karena aku bisa melihat sinar di wajah mu, indah
karena aku bisa melihat tawa dan canda mu, dan indah karena aku bisa melihat
diam mu.
Aku
tak mengenal mu, aku yakin kau juga begitu. Dan itu berarti kita tidak saling
kenal. Lalu kenapa aku berani menulis tentang mu dalam lembaran putih ini ? aku
tak pasti dengan jawaban yang ku punya, aku hanya iseng saja atau memang aku
punya alasan tersendiri ? aku menjadikan mu subjek atau bahkan objek nyata
dalam tulisan ini ? ntah lah, aku harap aku akan menemukan jawab nya nanti,
saat semua tentang mu yang ku rasa indah telah selesai ku tuliskan.
Waktu
itu yang mempertemukan kita, ntah seperti apa pastinya aku pun tak tahu. Yang jelas
aku mulai memikirkan mu sejak waktu itu awal aku hanya mengenal nama mu
singkat. Rasanya tak ada yang menarik dari mu, tapi mengapa wajah mu selalu ada
dalam tiap gambar yang ku lihat dan senyum mu selalu membayang dalam setiap
kelopak mata yang ku buka lebar. Sejak waktu itu, aku selalu berusaha untuk
menyempatkan diri berkunjung ke waktu itu, waktu dimana aku bisa kembali
menemukan dan melihat mu dengan nyata, tanpa perlu berhalusinasi dalam
imajinasiku. Melihat mu dengan nyata membuat aku dan jiwa ku merasakan indah
yang tak tahu harus aku aplikasikan dengan dan lewat apa. Aku bingung atas rasa
indah itu.
Kali
ini malam semakin menggerogoti tubuh ku, aku masih mencari kurang dalam lebih
yang ku punya. Aku merasa aku sama dengan kaum hawa diluaran sana, tak ada satu
pun cacat dalam diri ku, aku merasa aku sempurna. tapi mengapa aku selalu tak
pernah bisa mendapatkan rasa indah dalam dua dimensi yang sama. aku selalu ada
dalam satu dimensi, tak pernah berbeda dan tak pernah berubah. Terkadang aku
sering menghujat diriku sendiri, dan aku tahu itu tak baik. Karena aku sadar
Tuhan menciptakan manusia dengan segala kesempurnaanNya.
Waktu
itu akan segera berlalih, waktu itu akan segera bergeser jauh dari posisi
awalnya. Semakin waktu itu menjauh, semakin aku sadar aku tak akan pernah lagi
bisa menikmati rasa indah itu, rasa indah itu akan habis dan hilang seiring
waktu yang beralih jauh. Aku menyimpan rapat rasa indah itu dalam figura hati
yang terpaku oleh rasa indah itu sendiri. hingga saat ini aku selalu menikmati
setiap rasa indah yang ku terima dari Tuhan, rasa indah yang berbeda pada tiap
waktu dan raga siempunya, aku berusaha ikhlas memagari setiap rasa indah yang
datang silih berganti itu, hingga suatu saat nanti rasa indah itu benar-benar
akan tertuju pada satu raga dan jiwa dalam dua dimensi yang sama, rasa indah
aku dan kamu hingga mati.
Untuk
raga yang menyimpan rasa indah bersama ku, aku ingin berbisik “ biarkan arloji
itu berputar sesering yang dia kehendaki, jika baterainya habis maka arloji itu
akan mati. Aku pun begitu, ku biarkan rasa indah ini datang silih berganti
hingga suatu saat nanti waktu bisa mengatakan pada mu bahwa aku sempurna dalam
rasa indah untuk mu sampai mati”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar