aku
tak tahu apa yang harus ku lakukan....sekian lama aku menanti kata pasti dari
mu, tapi kau tak kunjung memberikannya. ku pertahankan keikhlasan dan kesabaran
hati untuk tetap menunggu kepastian itu, tapi tak jua kunjung ku dapatkan. kau
menyayangi ku dengan tulus, aku tahu itu. kau mencintai ku dengan ikhlas, aku
juga tahu itu. aku tahu semua itu dari cara mu menyayangi dan mencintai ku. aku
tahu semua itu dari setiap waktu yang telah kau lalui dengan ku.
aku
dan kau satu, itu yang selalu kau tanam kan dalam benak ku. dan aku pun
mengiyakan saja pernyataan mu itu. aku dan kau satu, harusnya kau memperlakukan
ku sama dengan kau memperlakukan diri mu.tetapi tidak, kau sering memperlakukan
ku dengan tidak semestinya. kau pilih kasih. kau lebih mengutamakan diri mu
sendiri dibanding aku. apa itu yang dinamakan satu.
Kala
itu sisa-sisa malam masih menggelayut manja pada butiran embun yang enggan
untuk mencair. Aku ingat betul untuk pertama kali nya kau menorehkan luka itu
pada jiwa yang memang telah terluka karena mu. Kau seperti biasa masih bersikap
layaknya orang bodoh saat aku mulai bertanya tentang kesalahan apa yang telah
kau perbuat pada ku. Tetapi kau masih belum menjawab tanya ku, dengan lembut
kau tetap tenang dengan jawaban mu, bahwa kau tak melakukan apa-apa, genap
empat kali aku melontarkan pertanyaan yang sama pada mu, dan jawaban yang ku
dapat pun masih tetap sama. Kau membohongi ku untuk kesekian kalinya ucap ku
lirih, kau menghabiskan malam mu dengan mereka tanpa kau perduli dengan diri ku
yang saat itu membutuhkan mu. Seketika wajah mu memerah, masih dengan
kelembutan mu kau bertanya apa maksud dari ucapan ku. Dan masih dengan suara
lirih aku menjawab pertanyaan mu dengan terbata-bata, kau ingat malam itu aku
meminta mu untuk bersama ku ? kau ingat malam itu aku menangis sesenggukkan
meminta mu untuk menemani ku menghabiskan malam. Tapi kau tak memenuhi
keinginan ku, kau lebih memenuhi ajakan mereka untuk berkumpul dan menghabiskan
malam dengan dunia mu. Kau memang lebih mementingkan mereka dari pada aku.
Dengan kelembutan mu, kau menjelaskan pada ku bahwa kau memilih untuk bersama
mereka dan tidak bersama ku.Aku pun surut, aku melepas mu menghabiskan malam
bersama mereka, aku berfikir kau masih di dalam tempat yang sama dengan mereka,
namun ternyata melalui mereka tanpa sengaja aku melihat gambar mu dan mereka
ada di tempat yang berbeda. amarah ku memuncak, diam ku dalam harap selama ini
mencair dan tak mampu lagi untuk ku menahannya. Tanpa sadar semua unek-unek
yang ku punya tentang mu terlontar sudah. Dan aku sadar betul eksperesi wajah
mu kala itu, untuk pertama kali nya aku melihat mu memecahkan butiran-butiran
kaca dari dua mata mu.
Dinding
yang kala itu berwarna kuning gading menjadi saksi bisu akan semua ucapan dan
amarah ku pada mu, ayam jago pun masih mempersembahkan kokokan pada shubuh hari
yang memang hampir hilang. Aku merintih dalam amarah ku, aku tak pernah
mengemis untuk mengharap kan cinta mu kala itu, aku tak pernah meminta untuk
kau pilih menjadi kekasih mu, kau yang mendatangi dan meminta ku untuk menjadi
teman hidup mu. Tapi mengapa sekarang kau seolah memperlakukan ku bagaikan
seorang pengemis yang mengharap belas kasihan, harus dan mesti aku yang meminta
terlebih dahulu, dan harus aku yang mengharapkan mu, walau tak jarang kau masih
tetap berada di kubu mereka dari pada dengan ku. Aku tak pernah menahan mu
untuk tetap tinggal bersama ku, aku tak pernah memaksa mu untuk tetap berada di
samping ku. Semula aku berfikir jika kau mulai merasa kejenuhan dan kebosanan
akan diri ku telah menggeranyangi diri mu, pergi lah…pergi dengan cinta mu yang
baru. Dan aku akan ikhlas di sini mendoakan mu bahagia. Tetapi tidak, kau masih
tetap mencintai ku dan menyayangi ku pun hingga detik ini.
Sebagai
seorang lelaki, kau memiliki segala nya, tak ada yang membuat mu terhina di
mata semua wanita mana pun yang ingin kau jadikan kekasih mu. Tapi aku pun tak
tahu pasti apa yang membuat mu tetap bertahan dengan keadaan seperti ini.
Keadaan dimana kau tak mengizinkan ku untuk melepaskan mu, keadaan di mana kau
tak ingin kehilangan ku dan keadaan di mana aku harus selalu mentaati semua
peraturan yang kau embankan pada ku. Aku benar-benar terbelenggu dalam
kungkungan sangkar emas yang begitu indah yang kau ciptakan untuk ku, tapi aku
juga wanita biasa, wanita yang tidak pernah mengharapkan segala kemewahan yang
berlebih dari apa yang kau punya, aku hanya meminta sekeping dari seluruh hati
mu untuk lebih mengerti apa yang ku mau, aku ingin sekeping hati mu itu bisa
mengerti apa yang aku ingin kan.
Setiap
hari matahari digantikan bulan, setiap hari pula waktu berputar tanpa pernah
berhenti sebelum si empunya member izin untuk berhenti. Dan seperti itu pula aku,
aku akan tetap mencintai mu dengan seluruh kepingan hati yang ku punya, tanpa
pernah terbesit dalam fikir ku untuk meninggalkan mu, kecuali kau yang meminta
ku untuk pergi. Toh selama ini bagi ku, mencintai bukan lah hanya sekedar
kontak fisik saling menjamah setiap lekuk tubuh antar dua insan, melainkan
belajar bagaimana memberi dan menerima kekurangan serta kelebihan dari dua
insan yang berbeda, dan itu lah sebuah pengorbanan cinta. Aku mencintai mu
tanpa mengharapkan balasan, meski ku sadar kau membalas cinta ku dengan tulus.
Aku merasakan sakit saat kau sakit karena mereka, dan aku tak kan pernah merasa
bahagia tertawa lepas saat cinta ku dan kau bahagia, karena aku tahu kebahagian
itu tidak lah kekal.
Terimakasih
kau telah mencintai ku dengan cara mu, terimaksih hingga saat ini kau masih
menjadikan ku ratu dalam rumah kaca mu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar